Selasa, 23 November 2010

Pandangan Max Weber dan Karl Max Tentang Agama


Wacana agama menjadi penggalan pendek dari garis sejarah peradaban panjang umat manusia. Banyak sekali terjalin antara hubungan agama dengan kaitannya aspek-aspek lain. Dan dalam hal ini Agama berperan penting dalam perubahan sosial masyarakat dunia dalam kurun waktu yang cukup lama.
Hubungan  agama dengan negara; hubungan islam dengan demokrasi; islamisasi ilmu atau hindunisasi ilmu; ekonomi islam; kebangunan islam; fundamentalisme agama dan pembaharuan pemikiran bisa jadi merupakan daftar asesoris dari wacana hubungan panjang dan (mungkin) tidak pernah selesai antara agama dengan perubahan social di masyarakat tersebut. Hubungan tersebut dibangun dari rumusan pertanyaan dan ragam tesis mengenai letak agama dalam perubahan social.
Kemajuan sebuah masyarakat, seperti telah disinggung di atas pada dasarnya ditandai semakin melebarnya deferensiasi struktural dibarengi ketajaman spesialisasi, sekaligus homogenisasi budaya. Pada derajat tertentu realitas kemajuan yang digambarkan ini bersifat antagonis, dengan berkembangnya perbedaan agama yang membengkak

A.    Pandangan Max Weber
Pandangan Weber mengenai etika ekonomi agama-agama dunia memiliki karaktersitik non-historis , karena merupakan upaya untuk mengelompokkan berbagai etika agama ke dalam kerangka uniter dan sistematik yang tidak mengetahui pembangunan. Dalam semua ketegasannya terlihat kemampuan Weber untuk mereduksi transisi-transisi logis, konsekuensi-konsekuensi praktis dan teoritis melalui mana suatu agama. Di sini kebudayaan memiliki karakter bentuk-bentuk geometris yang terisolir dan nyaris tidak bisa ditembus yang dibangun dengan koherensi dan rasionalitas sesuai dengan formula yang berbeda-beda.

Selasa, 19 Oktober 2010

Pemikiran Edward Said : Kolonilaisasi sebagai Bentuk Orientalisme Barat terhadap Dunia Timur

A.    Era Kolonialisme
Kolonialisasi adalah contoh paling nyata akan bukti kemunduran harga diri bangsa Timur. Pada waktu itu, selama berabad-abad umat Islam berhasil menaklukkan berbagai belahan dunia dari Eropa Timur, Afrika, Timur Tengah hingga Asia tunduk di bawah kekuasaan Islam. Namun, kemenangan itu kini hanya menjadi sejarah.  Diawali abad ke-19 umat Islam dipaksa tunduk di bawah Adikuasa kolonial Barat. Harapan terakhir umat Islam bertumpu pada kekhalifahan Turki Utsmani, Namun tahun 1942 kekhalifahan itu diruntuhkan Kemal attaturk, bangsa Turki sendiri yang menganti sistem khalifah menjadi negara repubrik yang sekular.
Runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmani serta koalisi bersama Jerman di Perang Dunia, justru semakin memperparah keadaan, Sehingga praktik kolonialisasi Barat terhadap Timur semakin merajalela. Saudi Arabia berusaha membebaskan diri justru dipatahkan oleh Turki. Libanon dan Palestina dirampas Inggris, r tahun 1789 Napoleon datang ke Mesir, Belanda mendarat di Malaka tahun 1602. Inggris dan Perancis pun berebutan tanah kekuasaan di Afrika. Hingga pada tahun 1914, wilayah Timur menjadi lahan subur adikuasa Barat.  Pada Abad ke-18 Eropa mulai masuk menembus perekonomian dan politik. Sejalan dengan itu pula, negara-negara Eropa seperti Inggris, Belanda dan Perancis saling berebut tanah kekuasaan di negara-negara yang berpenduduk Islam. Seperti India, dan sebelah selatan timur Asia, termasuk Indonesia.
Abad ke-19, adalah abad di mana orientalis mencapai puncaknya dalam membentuk kebudayaan Barat. Orientalis menkaji hampir semua disiplin ilmu seperti eksotika, ekonomi, historis, dan teks politik. Secara umum, orientalis telah berhasil menjadi bagian signifikan dari kemajuan budaya dan peradaban Barat. Kolonialisme dan imperialisme di Indonesia adalah fakta sejarah sekian puluh tahun lalu yang tak bisa dibantah. Kolonialisme pada mulanya adalah penguasaan rempah rempah dan hasil bumi untuk memperkaya negeri penjajah dalam meluaskan kekuasaannya. Inggris, Portugis, Spanyol, Belanda, Perancis adalah sebagian dari negeri penjajah itu. Mereka menjarah dan menguasai. Tak salah jika tujuan penguasaan barat ke timur disimbolkan pertama dengan gold, selain gospel dan glory.
Pada fase selanjutnya, kolonialisme tak hanya berpusat pada rempah, nasi, dan sagu, melainkan juga penguasaan masyarakat atau hegemoni. Hegemoni berjalan pada wilayah kesadaran, bahwa dominasi tidak harus diatur dengan senjata dan kekerasan, tetapi juga bisa ditata dengan peraturan, undang undang, dan kebijakan, yang pada hakekatnya adalah menjajah tapi tak terasa dijajah. Sehingga masyarakat tanpa terasa terpaksa mengikutinya.
Kebijakan politik etis: edukasi, irigasi, dan transmigrasi, sebetulnya adalah sebentuk hegemoni yang diluncurkan kolonial Belanda untuk meredam bangsa pribumi. Politik etis dirancang agar tingkah laku inlander sesuai dengan apa yang dikehendaki. Selanjutnya, kolonialisme berganti menjadi orientalisme. Tepatnya, orientalisme adalah bentuk halus dari penguasaan gaya baru di jaman yang lebih maju. Edward W Said dalam magnus opus-nya, Orientalisme, menjelaskan tentang bagaimana barat mengatur kehidupan timur dengan melacak akar historis, etnografis, antropologis, bahasa, adat istiadat dan lain-lain, kemudian memberi stereotype terhadapnya.[1] Buku ini secara nyata menunjukkan bahwa Timur yang dikaji adalah hasil dari imajinasi geografis dari Barat sebagai objek pengkaji. Said menyebutnya sebagai Orientalis. dalam konteks keindonesiaan kita menyebutnya sebagai “ketimuran”.

Selasa, 05 Oktober 2010

Pemikiran Amartya K. Sen Mengenai Kemiskinan (Poverty) dan Refleksinya di Indonesia

Amartya Sen lahir di Shantiniketan, Bengal Barat, India pada tanggal 1933.  Sen adalah seorang ekonom dan profesor di Trinity College, Cambridge.  Pada tahun 1998, Sen dianugerahi penghargaan nobel ekonomi atas sumbangsihnya bagi kesejahteraan ekonomi dan teori pilihan sosial.  Amartya Sen telah memberikan kontribusi terhadap pemahaman dan pengukuran kemiskinan, penjelasan lapar dan kelaparan.  Sen juga menunjukkan adanya keterlibatan antara etika moral, filsafat dan makna pembangunan.  Sen menunjukkan perhatian yang besar untuk menangani masalah dan ketimpangan sosial ekonomi serta menggali secara mendasar atas hak kesejahteraan manusia. 

A.   Pemikiran Amartya K. Sen Mengenai Kemiskinan (Poverty)
Keingintahuan Sen terhadap permasalahan yang dirasakan masyarakat miskin tertanam semenjak sekolah Tagore.  Kemskinan dan kelaparan yang dialami masyarakat Bengal menjadikan Sen kecil ingin mencari tahu penyebab penderitaan tersebut.  Pemikiran Sen mendapat pengaruh dari Tagore yang menyatakan bahwa “amatlah utama jika seseorang mampu berpenghidupan dan berpikir dalam suasana merdeka”.[1]  Hal demikian menunjukan bahwa, setiap orang harus memiliki kebebasan dalam menjalankan hidup dan memperoleh hak-haknya.  Selain itu, seseorang dapat menggunakan akal pikirannya dengan baik apabila memiliki kebebasan untuk berpikir dan menyampaikan pendapat.
Amartya Sen menyatakan bahwa, kemiskinan terjadi akibat perampasan kapabilitas/capability deprivation (kebebasan untuk mencapai sesuatu dalam hidup seseorang).[2]  Dalam hal ini, ketidakbebasan masyarakat yang subtansif itu berkaitan langsung dengan kemiskinan ekonomi.  Kemiskinan telah menjadikan rakyat tidak bisa terhindar dari kelaparan, mendapatkan nutrisi yang cukup, memperoleh obat bagi yang sakit, serta tidak dapat menikmati air bersih dan fasilitas sanitasi.  Hal demikian menunjukkan bahwa kegagalan pemberdayaan kaum miskin disebabkan oleh prilaku pemimpin atau pemerintah yang tidak menjalankan kehidupan demokrasi secara substantif.
Amartya Sen menunjukkan bahwa kemiskinan yang menjerat beberapa negara Asia dan Afrika adalah buah kelalaian negara yang menafikan demokrasi dalam memutar roda perekonomiannya. [3]  Jika melihat realita di negara-negara Asia-Afrika, masih banyak yang mempraktekkan demokrasi hanya sebatas demokrasi formal yang tercermin dalam pemilihan umum.  Demokrasi substansial yang menghendaki kekuasaan dan kedaulatan rakyat dalam berbagai kehidupan belum berjalan secara optimal.  Dalam hal ini, bila manusia mampu mengoptimalkan potensinya, maka akan bisa maksimal pula kontribusinya untuk kesejahteraan bersama.  Dengan demikian, kemakmuran sebuah bangsa dicapai berbasiskan kekuatan rakyat yang berdaya dan menghidupinya.

Senin, 27 September 2010

Review Film dokumenter "Jejak Srikandi Senja"



Judul Film  : Jejak Srikandi Senja
Durasi         : 15 menit
Kategori     : Film Dokumenter (Politik, Sosial dan Ekonomi)
Note          : Masyarakat kalangan bawah sadar akan pentingnya suara mereka dalam pemilu. Oleh karena itu mereka menginginkan adanya bukti nyata perubahan kearah yang lebih baik untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Produksi   : Hitam Putih Production (Arul, Ira, Feri, Uni, Fara, Opa & April)

Film dokumenter ini menyoroti perjalanan para perempuan tua yang masih saja dengan gigih berjuang mencari rizki di usianya yang senja. Mereka mencari sesuap nasi dengan memungut padi sisa-sisa panen. Pendapatan yang mereka peroleh perhari adalah kurang dari 4 Kg padi atau dengan harga Rp. 10.000 saja kurang.
Narasumber dari Film dokumenter ini adalah Ibu Warsini dan para perempuan tua pemungut padi. Mereka adalah segelintir masyarakat kalangan bawah yang juga ikut memilih calon bupati purbalingga pada pemilukada tahun 2010. Namun sebagai masyarakat golongan bawah, mereka tidak memiliki harapan yang besar untuk merubah keadaan ekonomi dengan adanya pemilihan Bupati Purbalingga tersebut. Mereka menginginkan adanya imbalan langsung berupa uang ataupun sembako atas suara mereka.

Sabtu, 18 September 2010

Gerakan Swadesi Ghandi di India sebagai Inspirasi Perjuangan Melawan Imperialisme Modern di Indonesia


A.    Gerakan Swadesi di India
Imperialisme Inggris ke India intinya adalah imperialisme dagang (handels-imperialisme) yaitu membawa barang ke India untuk dijual ke India.  Agar rakyat India bisa membeli, suka membeli, ingin membeli, maka politik dari imperialisme Inggris di India berbeda dengan Belanda di Indonesia.  Inggris tidak mematikan India sama sekali, mereka menumbuhkan kemauan membeli dan kemampuan membeli rakyat India dengan membentuk pola pikir rakyat agar menjadi pintar, dengan dibuat sekolah-sekolah untuk masyarakat india.  Tetapi hal ini kemudian mendapat tentangan dari kelas pertengahan dan kelas borjuis yang hendak tumbuh dengan penjualan-penjualan produk mereka sendiri, jadi yang paling mendapat saingan dari handles-imperialisme Inggris itu, ialah justru kelas pertengahan dan kelas borjuis.
Oleh karena itu, gerakan menentang imperialisme Inggris ini, pada awalnya adalah dari kelas pertengahan dan kelas borjuis (yang kemudian membentuk Indian National Conggress tahun 1885).  Kemudian penentangan tersebut mendapat dukungan dari rakyat India.  Semboyan ekonomisnya ialah Swadesi yang diajarkan oleh Mahatma Gandhi.  Gerakan Swadesi mempunyai harga moril yang tinggi sekali bagi bangsa India.  Dianjurkan untuk membuat sendiri keperluan hidupnya. Swadesi dipopulerkan oleh Mahatma Gandhi, dapat diartikan sebagai mandiri. Dalam arti luas, istilah ini dimaknai sebagai rasa bangga memiliki bangsa sendiri atau nasionalisme. Di masa Gandhi, gerakan ini makin mendapatkan ruh ketika didefinisikan sebagai panggilan bagi konsumen untuk waspada terhadap bahaya yang ditimbulkan dari industri asing (atau penjajah).[1]

Selasa, 31 Agustus 2010

Perjuangan Etnis Minoritas terhadap Politik Apartheid / Rasialisme di Malaysia


Berbicara mengenai perjuangan melawan apartheid atau rasialisme maka teringat sejarah perjuangan Nelson Mandella di Afrika selatan. Nelson Mandela adalah pejuang Afrika Selatan yang berusaha keras untuk menghapus segala hal yang berbau rasialis atau diskriminasi antara ras hitam dan ras putih yang sampai pada kekejian sistem politik rasialis, Kisah hidupnya adalah kisah perjuangan melawan sistem apartheid. Nelson Mandela berjuang untuk membela dan menghapus diskriminasi antara ras hitam dan ras putih, dimana warga kulit hitam Afrika di tanah airnya sendiri harus punya surat izin jalan yang melarang mereka bermukim, duduk-duduk di taman atau sekolah, bekerja di tempat-tempat yang hanya eksklusif diperuntukkan bagi warga kulit putih dengan legislasi hukum yang memberi hukuman penjara bagi yang melanggar. Ketidak-adilan tersebut mendorong rakyat untuk memperjuangkan hak-haknya melalui berdemo dan kampanye, agar masyarakat sadar akan perlakuan yang tidak adil.
Menurut Mandela, kampanye merupakan cara yang efektif untuk menjadikan massa berfungsi secara politik, suatu metode yang kuat sekali untuk menyuarakan rasa ketidaksenangan rakyat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang reaksioner. Kampanye merupakan cara yang terbaik untuk melakukan tekanan terhadap pemerintah dan berbahaya sekali bagi stabilitas dan keamanan Negara.[1]

A.    Perlakuan Apartheid di Malaysia
Sebenarnya apartheid bukanlah semata-mata pemisahan ciri-ciri fisik di antara berbagai ras, tetapi apartheid sesungguhnya adalah penguasaan dominasi ekonomi, politik dan social oleh suatu bangsa terhadap bangsa yang lain. Hasil jangka panjang dari praktek apartheid adalah penindasan dari aspek social-ekonomi dan tekanan mental karena adanya pelabelan yang tergolong warna kulit dan status keturunan. Jika di Afrika Selatan, diskriminasi yang dilakukan adalah adanya pemberian layanan istimewa kepada penduduk Afrika yang berkulit putih, maka di Malaysia juga ada yang namanya ketuanan Melayu yang merupakan dominasi suatu kaum atau ras melayu dalam suatu negara. Ketuanan Melayu adalah konsep rasialis bahwa bangsa Melayu adalah "tuan" atau "penguasa" Malaysia. Konsep ini tertuang dalam Pasal 153 Konstitusi Malaysia yang memberikan jaminan hak-hak khusus kepada etnis Melayu di Malaysia.[2] Pengaturan seperti ini biasanya disebut sebagai kontrak sosial. Konsep ketuanan Melayu biasanya didengungkan oleh politikus-politikus Malaysia, terutama yang berasal dari Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), partai yang memiliki pengaruh kuat di Malaysia. Hal demikian merupakan idiologi yang sama seperti halnya di Afrika Selatan sewaktu mempertahankan dominasi warga Kulit Putih. Dominasi kekuasaan ras Melayu di Malaysia diusung oleh Partai UMNO yang dasar idiologinya adalah perjuangan politik berdasarkan nasionalisme Melayu dan “bumiputraisme”. Idiologi UMNO juga menggunakan sistem ekonomi kapitalis dibawah perintah kerajaan, partai ini juga hanya menerima orang Melayu atau ‘bumiputra terhad’ (limited bumiputra) dan mengakui masyarakat melayulah yang harus berkuasa di Malaysia.

Kamis, 10 Juni 2010

Pandangan Karl Mark dan Max Weber Tentang Demokrasi


Demokrasi merupakan sebuah system sosial yang muncul dari suatu proses sejarah manusia yang membawa dirinya kedalam sebuah kelompok dan mengatur pembagian kekuasaan didalamnya. Sejak runtuhnya uni soviet, demokrasi dianggap sebagai sebuah system yang ideal yang dapat mengatur masyarakat dengan lebih adil dan mendorong kepada kesejahteraan juga sebagai system politik yang dinamis dan secara internal sangat beragam. Proses demokrasi yang dianggap ideal adalah proses ketewakilanseluruh masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Model yang dianggap ideal dalam pemahaman ini adalah model demokrasi lansung, seperti konsep klasik polis Athena yang dianggap tidak akan dimungkinkan untuk dilaksanakan dalam kondisi Negara besar dan dalam kondisi Negara yang memiliki jumlah penduduk jutaan.
Pemahaman kendala demokrasi langsung menyebar sebagaimana pemahaman akan demokrasi menyebar di seluruh dunia saat ini. Demokrasi yang akan dibahas adalah demokrasi menurut pandangan dua tokoh yaitu Karl Mark dan Max Weber, kedua tokoh ini menarik untuk dibahas karena menimbulkan pandangan yang kontrofersional antara keduanya.
Karl Mark yang merupakan pelopor pemikir radikal yang menghendaki hilangnya Negara dan munculnya Negara demokrasi langsung. Demokrasi digolongkan menjadi demokrasi borjuis dan demokrasi ploretal. Menurut Marx sistem demokrasi perwakilan yang diajukan oleh kaum liberal adalah alat mempertahankan kekuasaan kelas burjuis dan karenanya bukan sebagai wahana politik yang murni serta mampu mengartikulasikan kepentingan kaum proletar.

Sabtu, 05 Juni 2010

Pemikiran Politik Barat : Pandangan Karl Marx dan Max Weber mengenai Kapitalisme


Berbicara mengenai Kapitalisme, sekarang sudah semakin merambah ke segala hal, dimana terdapat pencarian keuntungan dan kesejahteraan yang terdapat pada setiap diri manusia, karena pada hakikatnya manusia menginginkan kebahagiaan dan kesejahteraan. kebahagiaan dan kesejahteraan tersebut akan diperoleh apabila seseorang tersebut memiliki suatu barang untuk memenuhi semua kebutuhannya, maka seseorang yang telah merasakan kebehagiaan atau kesejahteraan secara kodrati manusia akan mempertahankan bahagiaan tersebut. Hal yang bisa dilakukan untuk mempertahankan kesejahteraan adalah bagaimana agar semua hal yang dimiliki akan terus bertambah dan tak pernah habis.
Setiap orang tidak bisa lari dari kenyataan bahwa segala sesuatu yang sedang dan akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan adalah suatu hasil dari kapitalisme, maka kepitalisme menarik untuk dikaji dan ditinjau dari pendapat ahli yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan social kemasyarakatan yaitu pandangan Karl Mark dan Max Weber mengenai kapitalisme, mengingat kedua tokoh itu sangat respon terhadap masyarakat yang menjadi pusat kajiannya.
Max Weber[1] menyatakan bahwa semanngat Kapitalisme adalah perolehan uang sebanyak-banyaknya dikombinasikan dengan menghindari secara ketat menikmatinya sama sekli secara sepontan….
Demikian Weber menjelaskan semangat kapitalisme dengan cara bekerja mencari uang dan keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tetapi keuntungan tersebut tidak digunakan secara langsung untuk konsumsi atau untuk kenikmatan pribadi semata. Dalam hal ini Max Weber mengaitkan perkembangan kapitalisme dengan semangat kerja Protestan menggerakkan orang untuk kerja keras, tekun, efisien, dan berprestasi karena perolehan kesuksesan duniawi diartikan sebagai tanda keselamatan dari tuhan.
Menurut Weber bentuk lain dari kapitalisme semuanya didapatkan dalam masyarakat-masyarakat yang ditandai secara khas oleh tradisionalisme ekonomi. Majikan-majikan kapitalisme modern yang memperkenalkan metode-metode produksi kontemporer kedalam komunikasi-komunikasi yang belum pernah mengenal metode-metode sebelumnya

Minggu, 23 Mei 2010

SEKILAS TENTANG PLATO

M.K  :  Pemikiran Politik Barat
Plato dilahirkan di Atena pada tahun 427 s.M.dan meninggal disana 343 s. M. Dalam usia 80 tahun. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang turun-temurun memegang politik penting dalam politik Athena. Ia pun bercita-cita sejak mudanya untuk menjadi orang negara. Tetapi perkembangan politik dimasanya tidak memberikan kesempatan padanya untuk mengikuti jalan hidup yang diinginkannya itu, namanya bermula ialah Aristokles nama Plato diberikan oleh gurunya, ia memperoleh nama itu berhubungan dengan bahunya yang lebar. Pelajaran yang di perolehnya dimasa kecilnya selain dari pelajaran umu, ia menggambar dan melukis, disambung dengan belajar musik dan puisi. Sebelum dewasa ia sudah pandai membuat karangan yang bersajak.
Sebagaimana biasanya dengan anak orang baik-baik dimasa itu Plato mendapat didikannya dari guru-guru filosofi. Pelajajaran filosofi mula-mula diperolehnya dari Kratylos. Kratylos dahulunya murid Heraklaitos yang mengajarkan “semuanya berlalu” seperti air. Rupanya ajaran seperti itu tidak di anggap didalam kalbu anak Aristokrat yang terpengaruh oleh keluarganya. Sejak berumur 20 tahun Plato mengikuti pelajaran Sokrates. Pelajaran itulah yang memberikan kepuasan baginya. Pengaruh Sokrates makin hari makin mendalam padanya. Ia menjadi murid Sokrates yang setia. Sampai akhir hidupnya Sokrates menjadi pujaannya. Dalam segala karangannya yang selalu berbentuk dialog, bersoal jawab, Sokrates didudukannya sebagai pujangga yang menuntun.

Selasa, 20 April 2010

Pemikiran Vandana Shiva tentang Ekofeminisme dan Industrialisasi serta Refleksinya di Papua Indonesia


Vandana Shiva lahir di Dehradun, Uttarakhand, India pada tanggal 5 Nofember 1952 dan sekarang bertempat tinggal di New Delhi.  Shiva adalah seorang filsuf, aktivis lingkungan, penulis buku dan penulis makalah.  Shiva juga memiliki peranan penting dalam gerakan ekofeminis global.  Shiva menerima gelar Ph.D pada jurusan filsafat University of Western Ontario, Kanada.

A.   Pemikiran Vandana Shiva mengenai Ekofeminisme dan Industrialisasi
Ekofeminisme merupakan salah satu cabang feminis gelombang ketiga yang mencoba menjelaskan keterkaitan alam dan perempuan terutama yang menjadi titik fokusnya adalah kerusakan alam yang mempunyai keterkaitan langsung dengan penindasan perempuan.  Menurut Vandana Shiva, pembangunan yang dialami Dunia Ketiga melahirkan mitos yang semakin menempatkan warganya pada kondisi tidak adil.  Pembangunan yang dipraktikkan negara-negara Barat selalu menggunakan kekerasan psikis, ekonomi, dan fisik.[1]  Pandangan Shiva tersebut bukan tidak beralasan, karena pembangunan yang dilakukan manusia saat ini disertai dengan perusakan lingkungan.  Contohnya adalah dalam hal pembangunan ekonomi, untuk membangun ekonomi suatu negara maka dibutuhkan industri-industri sebagai penyerapan tenaga kerja.  Pembangunan industri tersebut apabila tidak diatur dengan baik, dari segi lokasi, jenis barang produksi maupun dampak lingkungan yang diakibatkan, maka akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan.
Menurut Shiva, manusia adalah penyebab ambruknya kualitas bumi, manusia dinilai terlampau asik memuaskan syahwatnya tanpa mempedulikan akibat pada bumi.  Kerusakan lingkungan disebabkan oleh mental dan nalar antroposentris yang tidak bersahabat dengan alam. Antroposentrisme yang merusak justru ditahbiskan kesucian epistemologinya oleh ilmu pengetahuan.  Ilmu pengetahuan modern ialah kabar buruk dari ideologi patriarkal barat.[2]  Eksploitasi alam yang dilakukan oleh manusia selama ini sepertinya tidak beraturan, dimana semakin banyak kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu negara, maka akan semakin rusak pula kondisi alam negara tersebut.  Ilmu pengetahuan yang diciptakan dimaksudkan untuk kepentingan serakah manusia dengan memanfaatkan isi alam sebanyak-banyaknya.  Ilmu pengetahuan modern yang dibawa oleh barat adalah untuk kemajuan dan kepentingan manusia tanpa memerhatikan efek yang ditimbulkan terhadap alam.